Tuesday, 14 April 2015

11:59 PM



Persoalan 30 terakhir antara Aku dan Dia, kekasihku berbaring di ranjang rumah sakit. Aku pastinya, ingin terus memegang tangannya yang mungil sampai Dia sembuh. Apalagi namanya rupawan, Anastiara Kayuri, Aku panggil Dia Yuri. Aku selalu mencemoh tentang instrument gitar yang kubuat, yang, sampai saat itu belum selesai. Semuanya Baik-baik saja sebelum ranjang itu memangkunya, seperti kisah kami semenjak bertemu di suatu SMK hingga seiring kedewasaan kami, hubungan kami lebih bermakna dari pada hanya ingin puas karena punya pacar. Namun waktu itu kami duduk di kelas sebelas, kelas yang menurutku terkutuk, disitulah konflik berat kami dimulai dan tirai panggung malah tertutup. Kekasihku, menderita penyakit yang disebut kanker, tapi jenis baru. Kemungkinan hidupnya semakin tipis ketika Dokter terus memberikan kabar buruk setiap harinya. Melompat langung ke, masa tegang. Kabar baik darinya hanya masih bica bicara, hanya bisa menoleh Kiri-kanan.

Seminggu sebelum 30 menit terakhir Aku pergi menjenguknya dengan buah tanganku, sebuah lukisan paras Dia, ukuran sedang dan sudah kubingkai, setidaknya bisa ditaruh di sisinya. Dia tersenyum padaku saat Aku muncul, dan Aku tersenyum padanya karena Dia senyum, padahal Aku ingin menangis waktu itu. Kurasa, dibandingkan Aku yang berusaha membuatnya tersenyum dalam sakit, Dia malah lebih ahli membuat yang melihat kesakitan terus tersenyum. Yang sakit itu Dia, bukan Aku.

“Yuri..” kupanggil Dia pelan, Aku tidak ingin menanyakan kabarnya, sudah terlihat itu pasti buruk, apalagi Dokter selalu memberi kabar buruk. Aku hanya tidak ingin Yuri memikirkan kabar buruknya, sesuai tujuanku menjenguknya. Lalu pintu kamar kututup, kudekati ranjangnya. “kau akan sembuh lebih cepat, Yuri, pasti” kukatakan itu untuk memanjatkan harapannya.

“terimakasih, tapi Dokter bilang-“

“jangan perdulikan mulut Dokter” potongku sebelum Yuri selesai bicara. “mulut itu buruk”

“ya ya, kau memang ahlinya memberi harapan” Aku pikir kata itu sama saja keputusasaan, Aku memang ahlinya memberi harapan, tapi Dia melanjutkannya dangan “Ihza, maaf kalau kali ini Aku agak Kekanak-kanakan tapi, tapi Aku ingin kau menjengukku setiap hari. Tutur katamu itu, Ihza, itu buat Aku lupa apa yang Dokter bilang sebelumnya. Sekali lagi maaf”

Aku tidak bilang apapun, Aku hanya mengeluarkan lukisan paras Dia, kemudian menaruhnya di meja sebelahnya, “ini milikmu, Aku taruh disini untuk mengalihkan rasa sakitmu. Kau akan cepat sembuh”. Dan senyuman terakhir kuberikan sebelum Aku tinggalkan Dia dan ranjangnya.

Waktu Aku buka pintunya, Dia memanggilku “Ihza..!”

“tenang saja Yuri, Aku akan menjengukmu setiap hari. Bahkan itu kusebut janji”. Lalu Aku pergi, kututup pintunya dengan pemandangan terakhir antara Aku dan Dia yang mengenangi janjiku, Aku melihat Dia tersenyun lagi. Aku pasti datang besok.

®®®


BERSAMBUNG.....


Jika Ingin melihat kesambungannya tetep pantengin aris-23


dan inilah cerpen pertama yang dibuat aris-23 dan jangan lupa kunjungi kami lagi :) , kalo ada kekurangan jangan lupa dikomen ya guys :)
Load disqus comments

0 komentar