Sunday, 28 February 2016

DIBALIK BAYANGAN AKU MENGENANGMU


Saat smp aku jatuh hati terhadap wanita sekelasku, tepatnya saat aku kelas 7 smp, ya kenapa aku bisa jatuh cinta terhadap dia? Wanita yang cukup populer menurutku, tapi bukan itu yang membuatku jatuh cinta terhadapnya, lalu kenapa aku bisa jatuh cinta kepadanya?

 Saat itu pertama kali aku masuk sekolah menengah pertama, aku melihat dia duduk persis didepanku dengan wajah polosku aku melihat dia dan melemparkan senyum, dengan cepat dia membalas senyumanku, aku terhentak, senyumannya benar benar manis. Apa hanya perasaanku saja atau memang detak jantungku mulai berdetak tidak normal, senyuman itu adalah hal pertama terbaik yang kulihat di sekolah ini. apakah ia cantik? Sebelumnya sudah kujelaskan bahkan senyumannya saja bias membuatku meleleh seperti mentega diatas wajan panas, bukan hanya itu, sikap ramah dan lembutnya pada orang lain membuatku lebih jatuh cinta kepada dia.

            Waktu itu tiba-tiba bel berbunyi, bunyi bel yang saat ini masih aku ingat didalam otak ku. Bel yang tak akan pernah kulupakan. Seperti biasa aku duduk dengan tenang dan rapi, dan ia pun seperti biasa duduk didepanku, guru memasuki ruangan kelas kami dan memberikan mata pelajaran matematika kepada kami, aku tidak pintar matematika, apalagi selama guru tersebut menjelaskan rumus-rumus tidak jelas itu aku malah menyibukkan diri dengan memandangi gadis dengan senyum manis di depan ku, jelas hasilnya, aku tidak bisa mengerjakan soal soal,

 “emm boleh nanya ga soal nomor ini gimana caranya?”
Aku memutuskan bertanya pada gadis didepanku, langkah awal yang menyedihkan.
 “ iya boleh”
Jawabnya yang tentu saja disertai senyum khasnya.
“Gilang” ucapku tegas, gadis itu menatapku “namaku Gilang, kalo mau tau” gadis itu terkekeh pelan, aku balik menatapnya, menunggu dia mengatakan hal yang ingin kuketahui tanpa harus melontarkan pertanyaan tersebut.
 “namaku lisa, senang bisa berkenalan dengan kamu”
Satu kelas yang sama, satu barisan yang sama, dengan buku matematika diantara kami, aku tidak bisa berhenti tersenyum saat itu.

            Lalu sejak saat itu kami pun berteman, kami sering menghabiskan waktu istirahat bersama dengan membaca buku dikantin belakang sekolah. dan terkadang ia memberikan pertanyaan yang sama sekali tidak ku mengerti, yang bisa kulakukan hanya tertawa pasrah dan hanya bisa menjawab seadanya “otakku yang payah ini sepertinya masih belum bisa memproses jawaban dari pertanyaan itu lis” matanya menyipit karena bibirnya tersenyum lebar kearahku, lagi lagi lonjakan tidak jelas dijantungku menyembul.

             Suatu hari wakil kelas kami yang baik atau bisa dibilang sangat baik berulang tahun dan kami sekelas pun diajaknya mengadakan acara ulang tahun dirumahnya tersebut. Lalu aku pun mengajaknya untuk datang bersama ketempat acara tersebut. aku memberanikan diri untuk menanyakan hal tersebut, aku menghampiri dia yang sedang duduk didepan kelas, dengan perasan yang berdebar-debar dan tangan bergematar hebatnya aku mulai bicara

 “emm....lis kamu pergi sama siapa ke acara bu dini?“

“ aku?? Aku masih bingung pergi sama siapa sih...” didalam tubuhku seperti baru saja tumbuh kebun bunga, aku berniat mengatakan hal yang sejak tadi sebenarnya adalah inti dari pembicaraan ini,

 -pergi sama aku aja-

 Belum kalimat tersebut keluar, tiba tiba muncul mahkluk jelek bergaya ganteng tidak jelas, dia adalah cowo terkenal di sekolah, ketua tim futsal dan anggota tim basket yang jadi perbincangan gadis gadis sekolah, sialnya mahkluk jelek ini sekelas dengan kami.

“ hoy lis!!

“hai Dimas” senyuman khasnya ditujukan pada dimas, aku merasa tidak ihklas

Besok mau datang sama aku ke tempat bu dini gak?”

sama aku? Emm... okelah aku juga gak ada barengan kesana”

“ oke! Aku tunggu kamu disekolah ya”

” oke” lisa tersenyum sekali lagi lalu menoleh kearahku “gilang tadi barusan mau bilang apa?”

 Aku diam, disaat yang sama rasanya hatiku seperti kertas yang baru saja diremukkan, sambil menahan rasa kesal aku mencoba tersenyum, yang kurasa tidak sepenuhnya ikhlas “oh gak, tadi aku cuma mau ngajak kamu kekantin, tapi tiba-tiba perutku sakit gini, yaudah aku kekamar mandi dulu” aku bergegas pergi tanpa mempedulikan tampang lisa yang bingung dan matanya yang menyipit menyelidik

            Tiba hari itu, suatu sabtu pagi terang kami semua berkumpul didepan sekolah. Karena hanya beberapa orang yang mengetahui lokasi wakil kelas kami tinggal.  Sesampainya aku di sekolah aku melihat mereka berdua sedang asik bercanda, membuatku menjadi makin jengkel terhadap lelaki itu, tiba-tiba lisa datang menghampiriku yang sedang jengkel, melemparkan senyum

“gilang kenapa muka kamu? ada masalah?"

“ohh gak kok lis, aku cuma lagi kesal aja sama sesuatu”

“sama apa?”

(sama mahluk sok ganteng yang deket sama kamu) “yah adalah”

Lisa mengangguk, tersenyum getir lalu kembali ke motornya dimas, setelah itu kami pun berangkat pergi kerumah bu dini.

            Kami pun sampai di tujuan, bu dini menyambut kami dengan hangat, kami pun bercanda, tertawa, dan makan cukup banyak, saat itu, rasa kesalku berangsur angsur memudar, yah seperti orang yang berbunga tapi bunganya sudah diambang kematian.
Saat aku mengantar beberapa piring kotor ke dapur, aku bertemu lisa disana, menggenggam segelas air dengan beberapa keping obat tablet di telapak tangannya,

“kamu sakit lis? Kenapa gak istirahat aja dirumah? Gak perlu dateng ke acara ini kan?” lisa diam namun sebelumnya aku merasakan gadis itu sedikit tersentak kaget karena kehadiranku yang tiba tiba, aku ikut diam setelah melontarkan pertanyaan bertubu tubi tadi, lisa menggeleng dan menenggak semua obat itu sekaligus membuatku ikut menelan ludah dengan kasar.
“Cuma sakit kepala, gapapa” lisa tersenyum dan mengambil alih piring piring kotor dari tanganku “mau dicuci kan? Aku bantu ya” gadis itu memutar badan dan berjalan lebih dulu mendekati washtuffle
 aku membantunya mencuci piring kotor dan mengobrolkan beberapa hal, aku memperhatikan gadis itu tersenyum lagi, aku memperhatikan gadis itu tertawa dan aku merasa kesialan tidak selamanya berpihak padaku.
karena hari itu sudah jam 7 malam, kami berpamitan dan bergegas pulang, sepanjang perjalanan wajah lisa terngiang ngiang dikepalaku, gadis itu benar benar sudah membuatku jatuh hati

            Setibanya aku langsung membanting tubuh ke ranjang dan menatap langit langit kamarku, membayangkan apa yang mungkin akan terjadi besok, apa yang terjadi dengan aku dan lisa atau apa yang akan terjadi dengan lisa dan dimas,

 “gil..gilangg, gilaangg,!!”

Aku mendengar suara bising tetapi masih tetap enggan untuk menghentikan imajinasi yang berputar diotaku, terdengar suara pintu terbuka halus, ibu datang menghampiriku,

“gilang dari tadi ibu manggil kamu”suaranya masih setengah berteriak

Aku tersentak “ehhh ibu gak kedengeran bu lagi bengong soalnya heheheh”

“bengong mulu kesurupan loh nanti kamu, bengong mikirin cewe pasti yaaaa”

Aku memalingkan wajah, takut takut wajahku berubah memerah seperti kepiting rebus “ ibu apaan si, ngeledek anaknya mulu nihh”

Ibu tersenyum-senyum sendiri “heheh iyaa iyaa dehh , yaudah sana makan udah ibu siapin, jangan lupa minum obatnya!!”

 “iya buuuuu!!”.

            Pagi itu aku berangkat pergi kesekolah. Dipagi lisa itu tidak ada di tempat duduknya, tempat duduk it uterus kosong sampai bel pelajaran pertama berdering bising. Aku menundukkan kepala, membiarkan dahiku menempel dengan meja kelas, memikirkan lisa yang tidak masuk hari ini.
Saat pengabsenan biasa dimulai dan nama lisa anggrita disebutkan, ana teman lisa bilang kepada guru kalau lisa tidak masuk lantaran sedang sakit , dalam hatiku berkata, “lisa sakit apa?”aku menundukkan kepala lagi.

Saat istirahat aku menghampiri ana dan menanyakan alamat rumah lisa,

 “buat apa?”

 “mau jenguk aja, aku khawatir sama keadaan dia“

Ana mengangguk mengiyakan, aku terlonjak senang, ana menuliskan beberapa kata di secarcik kertas dan mengulurkannya padaku.

  Dan bel pulang pun berbunyi, aku bergegas menuju rumahnya lisa , tetapi menemukan rumah seseorang tidak segampang yang aku pikir, aku hampir nyasar dua kali, dan alhasil aku sampai kerumah dia jam 3 sore.
Aku berdiri didepan gerbang rumahnya, menatap rumah minimalis itu untuk sesaat dan menekan bel. Aku menunggu beberapa saat, dan berniat menekan tombol bel itu sekali lagi sampi pintu kayu besar didepan rumah itu tertarik dan mengeluarkan bunyi kriett yang meninggi, sesosok tubuh keluar dari kediaman tersebut, wanita paruh baya mengenakan daster panjang, tersenyum kearahku. “iya, siapa?”

“ini gilang, temen sekolah lisa, katanya lisa sakit?”

“ooh, kalo gitu silahkan masuk” wanita paruh baya itu membukakan gerbang dan mempersilahkan aku masuk, aku mengangguk setelah mengatahui bahwa wanita paruh baya itu adalah ibunya lisa, aku sudah menduganya saat wanita itu tersenyum padaku, senyuman itu terlihat seperti lisa

            Ibunya lisa mengantarkan aku kekamarnya lisa, aku dapat mencium aroma kamarnya, aroma ini sama seperti aroma lisa, ini pertama kali bagiku memasuki kamar seorang wanita, kamarnya terlihat rapid an bersih, buku - buku tersusun rapi diatas meja belajar ,berbeda sekali dengan kamarku , dan aku langsung menyapanya setelah melihat lisa duduk lemas bersandar pada ranjangnya.

“hai lisa, gimana kabar kamu?”

“udah mulai membaik gil “sudut bibirnya yang pucat melekuk keatas"

“yah, makanya dijaga dong kesehatannya, kalo sakit gini kan gak bisa ketemu gilang”

“hehehe, iyaa tenang aja aku kuat kok”

Aku berbincang cukup lama dengan lisa,  gadis itu tidak banyak merespon seperti biasa namun tetap terlihat ceria dengan wajah pucatnya, beberapa kali aku tersenyum puas saat melihat lisa tertawa oleh lelucon yang kulontarkan.
Suasana diluar jendela terlihat redup karena langit berubah warna kelabu, aku bangkit berdiri dan berniat berpamitan.

“cepet sembuh ya lisa, satu hari tanpa kamu bener bener menyebalkan” aku menatap lisa yang menoleh kearahku, wajahnya terlihat getir aku berharap bisa membaca pikirannya

“satu hari tanpa aku gak bakal jadi bencana kan gilang?” lisa terkekeh pelan

Aku mengangguk dan membalas senyumannya, kemudian berbalik dan mendorong pintu kamarnya untuk keluar.

 waktu pun berlalu , dan matahari pun sudah terbenam , dan aku pun bergegas pulang kerumah , aku bersyukur karna keluarganya lisa sangat baik dan ramah .

            Tiga hari berlalu tanpa adanya lisa, betapa senangnya aku saat lisa kembali masuk ke kelas, dimas langsung menghampiri lisa sebelum aku menghampirinya, aku hanya bisa melihat mereka berbicara dari kejauhan, mereka begitu dekat, aku menekan rasa kesalku sampai ketitik paling bawah, aku bisa saja tiba tiba meledak.

bel masuk berbunyi, sebelum lisa duduk, dia melihat kepadaku dan tersenyum, dan ia pun seperti berbicara kepadaku, suara anak anak dikelas begitu bising, aku tidak mendengar apapun dari mulutnya.

“tadi kamu bilang apa?”

lisa menjawab dengan senyuman “gak kok, lain kali aku bilang lagi deh”

            Setalah bel pulang sekolah aku mengajak lisa untuk pulang bersama, dan gadis itu mengiyakan, dan kami pun pulang bersama , ditengah perjalanan kerumahnya kami berhenti sejenak ditaman, kami duduk dibawah pohon yang nampak mongering, menerbangkan beberapa helai daun yang sesekali hinggap dirambut halusnya lisa,. Kami membicarakan beberapa hal, aku berhenti menatapnya saat gadis itu membuka topik yang kurang kusetujui, aku menghentikan pembicaraan ini dan bergegas pulang karena saat ini aku tidak ingin membicarakan atau mendengar apapun mengenai dimas.

            Keesokannya aku memutuskan untuk berdiam diri sejenak, aku melihat mereka bercanda berdua, baiklah, untuk saat ini rasanya aku hanya seperti bayangan yang sebenarnya tidak penting, yah apalah dayaku ini, hanya seorang cowo biasa yang tidak populer dibandingkan dengan mereka, yah seperti biasa aku selalu dihibur oleh gaffan kalo mukaku sedang kusut melucut,  yah mungkin itu yang bisa menutupi semua rasa sakitku, dan saat istirahat tiba-tiba lisa mengajakku pergi kesuatu tempat makan dekat sekolah kami saat pulang sekolah nanti, aku mengiyakan, rasa senang berputar putar didalam tubuhku.
  
“LOH KOK ADA LU DIM??!!”

“IYA KOK ADA LU JUGA LANG??!!”

“gua lagi nungguin lisa “

“lah gua juga sama”

Tiba-tiba lisa datang “heeey kalian !! duduk dulu ya” 

Aku menyerngit, merasa risih dengan kehadiran dimas di tempat ini, aura yang keluar dari tubuhnya seperti menusuk nusuk, membuatku tidak nyaman, aku lega saat lisa ikut duduk diantara kami, setidaknya aura cerianya membuat suasana lebih baik.
“ada apa lis?” dimas mulai bicara, lisa tidak langsung biacara, gadis itu menyesap frappe panas dicangkirnya kemudian menghela napas, aku menatap lisa, walaupun samar aku dapat melihat ekspresi wajahnya muram, bibirnya terlihat pucat dan tatapannya datar seperti zombie, lisa seperti baru saja kembali dari perang penyihir yang dahsyat
“aku gak bisa bareng sama kalian sampe lulus, aku bener bener minta maaf” lisa tersenyum getir, kami berdua tersentak, aku tidak biacara, terlalu banyak pertanyaan dikepala kopongku
“kenapa?” lagi lagi hanya dimas yang angkat bicara, wajahnya serius, kali ini aku menyetujui fakta bahwa dimas itu memang keren
Lisa menggelengkan kepala, matanya berkaca kaca? Atau hanya perasaanku saja? Aku menunggu, namun tidak ada lagi kata kata yang keluar dari bibirnya, suasana menjadi hening, café kecil ini seperti memiliki peredam suara, semuanya senyap.

            Keesokan harinya lisa terlihat seperti biasa, senyumannya, sikapnya, seperti tidak pernah terjadi apapun kapanpun, lisa menyapaku, masih dengan wajah pucat pasinya, sudah sering aku bertanya pasal kondisi kesehatannya karena dilihat dari sudut pandang manapun, lisa benar benar tidak terlihat sehat tapi lisa bungkam dan mengatakan akhir akhir ini ia hanya sedang sulit tidur karena tetangganya baru melahirkan anak
Wali kelas kami berjalan masuk kekelas, aku membenarkan posisi dudukku, guru itu berhenti didepan mejanya, kami memberi salam.

“lisa?” guru itu menatap kearah lisa dan menganggukan kepalanya, lisa bangkit dan berdiri di depan kelas dengan tegap.

“hai teman teman, aku  benar benar berterimakasih sama kebaikan kalian selama setahun terakhir ini”
 lisa diam sesaat, menarik napas panjang kemudian menyambung pembicaraannya “aku akan pindah keluar kota, karena pekerjaan ayah” lisa menarik napas lagi “aku benar benar meenyayangi kalian semua, sekali lagi aku berterimakasih” lisa mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, kelas hening sesaat, lalu berubah riuh dengan pertanyaan pertanyaan yang memusatkan pada lisa.

“menyebalkan” ucapku saat lisa kembali duduk didepanku

“loh kenapa gil? Aku kan udah bilang, kalo gak ada aku gak bakal jadi bencana” suara lisa terdengar ramah seperti biasa, gadis itu terkekeh

Aku menghela napas panjang “aku gak bisa bilang apa apa lis, kita pasti ketemu lagi kan?”

Lisa tersenyum lagi, tidak menjawab

Lisa tidak disini lagi keesokan harinya, dan namanya tidak disebutkan lagi saat absen kelas, aku menempelkan dahiku lagi dimeja, menghela napas, menahan air mata
Sebulan, 2 bulan, setahun, 2 tahun, aku lulus dari sekolah, beberapa kali aku tidak lagi memikirkan lisa, aku memiliki banyak teman dan kami selalu melakukan hal yang menyibukkanku, tapi saat aku berdiri diatas panggung kelulusanku, aku kembali memikirnnya, aku menekan pelipisku, merasa sangat pening

“aku merindukanmu lisa”

Suara gesekan sepatu mengalun bergesekan dengan aspal ditepi taman, aku berhenti dan duduk dikursi dibawah pohon yang mongering, beberapa helai daun menari terbawa angin, aku bangkit dan melanjutkan perjalanan, tersenyum memikirkan senyum gadis itu, kakiku berhenti melangkah lagi saat kudapati diriku sampai didepan rumah minimalis dengan pintu kayu, menatap pekat pekat rumah itu, aku tersentak, pintu tiu terbuka
Aku mematung, terus menatap, wanita paruh baya keluar dari kediaman tersebut, dan langsung tersenyum begitu melihatku.

“gilang? Wah udah gede ya sekarang” wanita itu tersenyum ramah

Aku membalas senyumannya, masih tidak percaya bahwa ibu lisa sedang menyapaku, aku langsung mengatakan hal keintinya “gimana kabar lisa?”

Ibu itu tersenyum kearahku, berjalan perlahan dan membukakan gerbang, aku menghentakan kaki, tidak sabar menunggu jawabannya tapi ibunya tidak langsung mengatakan sesuatu, ibunya menggiringku masuk kedalam rumahnya.

“lisanya mana bu?” sekali lagi aku mengulang pertanyaan ini agar ia sadar aku tidak sabar.
Manik mata hitamnya tertuju pada sebuah foto yang mungkin baru saja digantungkan, foto lisa, dengan sennyuman khasnya.

“lisa udah seneng disurga” kalimat itu terpaksa menyerobot ketelingaku, membuatku mematung, kemudia ikut menatap foto gadis ceria itu yang menempel didinding, sesuatu didalam dadaku berputar seperti menyeruak keluar, lalu jantungku seperti jatuh ke dasar organ pencernaanku.

“begitu” aku tersekat, tidak bisa mengatakan apapun “aku turut berduka cita”

“lisa mengidap penyakit kanker otak, dan meninggal beberapa meninggal beberapa minggu setelah kami pindah, lisa sering loh cerita tentang gilang” wanita itu menoleh kearahku lalu tersenyum lagi.

 “loh cowok kok nangis”

Aku menyentuh kulit pipiku , 
Basah.
Aku menghapusnya dengan punggung tangan, lalu menatap foto gadis itu kembali


Sore yang sejuk, bau rumput yang mengelilingi ku, aku duduk disebelah lisa yang tertidur pulas dengan batu yang terukir namanya , aku merasakan senyuman disela tidurnya , senyuman yang sama yang membuat hatiku bergetar saat kita pertama kali bertemu dulu.

End .
Load disqus comments

0 komentar