Saat smp aku jatuh hati terhadap wanita sekelasku, tepatnya saat aku kelas 7 smp, ya kenapa aku bisa jatuh cinta terhadap dia? Wanita yang cukup populer menurutku, tapi bukan itu yang membuatku jatuh cinta terhadapnya, lalu kenapa aku bisa jatuh cinta kepadanya?
Saat itu pertama kali aku masuk sekolah menengah pertama, aku
melihat dia duduk persis didepanku dengan wajah polosku aku melihat dia dan
melemparkan senyum, dengan
cepat dia membalas senyumanku, aku terhentak, senyumannya benar benar manis.
Apa hanya perasaanku saja
atau memang detak jantungku mulai berdetak tidak normal, senyuman itu adalah hal pertama terbaik yang kulihat
di sekolah ini. apakah ia cantik? Sebelumnya sudah kujelaskan bahkan senyumannya saja bias
membuatku meleleh seperti mentega diatas wajan panas, bukan hanya itu, sikap ramah dan lembutnya pada orang
lain membuatku
lebih jatuh cinta kepada dia.
Waktu itu tiba-tiba bel berbunyi, bunyi bel yang saat ini
masih aku
ingat didalam otak ku. Bel yang tak akan pernah kulupakan.
Seperti biasa aku duduk dengan tenang dan rapi, dan ia pun seperti biasa duduk didepanku, guru
memasuki ruangan kelas kami dan memberikan mata pelajaran matematika kepada
kami, aku tidak pintar matematika, apalagi selama guru tersebut menjelaskan rumus-rumus tidak jelas itu
aku malah menyibukkan diri dengan memandangi gadis dengan senyum manis di depan
ku,
jelas hasilnya,
aku tidak bisa mengerjakan soal soal,
“emm boleh nanya ga soal nomor ini gimana
caranya?”
Aku memutuskan bertanya pada gadis didepanku, langkah
awal yang menyedihkan.
“ iya boleh”
Jawabnya yang tentu saja disertai senyum khasnya.
“Gilang” ucapku tegas, gadis itu menatapku “namaku Gilang,
kalo mau tau” gadis itu terkekeh pelan, aku balik menatapnya, menunggu dia
mengatakan hal yang ingin kuketahui tanpa harus melontarkan pertanyaan
tersebut.
“namaku lisa, senang bisa berkenalan dengan kamu”
Satu kelas yang sama, satu barisan yang sama, dengan
buku matematika diantara kami, aku tidak bisa berhenti tersenyum saat itu.
Lalu sejak saat itu kami pun berteman, kami sering
menghabiskan waktu istirahat
bersama
dengan membaca buku dikantin belakang sekolah. dan terkadang ia memberikan
pertanyaan yang sama sekali tidak
ku
mengerti, yang bisa kulakukan
hanya tertawa pasrah dan hanya bisa menjawab seadanya “otakku yang payah ini sepertinya masih belum
bisa memproses
jawaban dari pertanyaan itu lis” matanya menyipit karena bibirnya tersenyum lebar
kearahku, lagi lagi lonjakan tidak jelas dijantungku menyembul.
Suatu hari wakil kelas kami yang
baik atau bisa dibilang sangat baik berulang tahun dan kami sekelas pun
diajaknya mengadakan acara ulang tahun dirumahnya tersebut. Lalu aku pun
mengajaknya untuk datang bersama ketempat acara tersebut. aku memberanikan diri
untuk menanyakan hal
tersebut,
aku menghampiri dia yang sedang duduk didepan kelas, dengan perasan yang
berdebar-debar dan tangan bergematar hebatnya aku mulai bicara
“emm....lis kamu pergi sama siapa ke acara bu dini?“
“ aku?? Aku masih
bingung pergi sama
siapa sih...” didalam tubuhku
seperti baru saja tumbuh kebun bunga, aku berniat mengatakan hal yang sejak
tadi sebenarnya adalah inti dari pembicaraan ini,
-pergi sama aku
aja-
Belum kalimat
tersebut keluar, tiba tiba muncul mahkluk jelek bergaya ganteng tidak jelas, dia
adalah cowo terkenal di sekolah, ketua tim futsal dan anggota tim basket yang jadi perbincangan gadis gadis
sekolah, sialnya mahkluk jelek ini sekelas dengan kami.
“ hoy lis!!”
“hai Dimas” senyuman khasnya ditujukan pada dimas, aku
merasa tidak ihklas
“Besok mau datang sama aku
ke tempat bu dini gak?”
“ sama aku? Emm... okelah aku juga gak ada
barengan kesana”
“ oke! Aku
tunggu kamu disekolah ya”
” oke” lisa tersenyum sekali lagi lalu menoleh kearahku “gilang tadi
barusan mau bilang apa?”
Aku
diam, disaat yang sama rasanya hatiku seperti kertas yang baru saja diremukkan,
sambil menahan rasa kesal
aku
mencoba tersenyum,
yang kurasa tidak sepenuhnya ikhlas
“oh
gak, tadi aku cuma mau ngajak kamu kekantin, tapi tiba-tiba perutku sakit gini,
yaudah aku kekamar mandi dulu”
aku bergegas pergi tanpa mempedulikan tampang lisa yang bingung dan matanya
yang menyipit menyelidik
Tiba hari itu, suatu sabtu pagi terang kami semua berkumpul didepan
sekolah. Karena
hanya beberapa orang yang mengetahui lokasi wakil kelas kami tinggal. Sesampainya aku
di sekolah aku melihat mereka berdua sedang asik bercanda, membuatku menjadi makin
jengkel terhadap lelaki itu, tiba-tiba lisa datang menghampiriku yang sedang
jengkel, melemparkan senyum
“gilang kenapa muka kamu? ada masalah?"
“ohh gak kok lis, aku cuma lagi kesal aja sama
sesuatu”
“sama apa?”
(sama mahluk sok ganteng yang deket sama kamu) “yah adalah”
(sama mahluk sok ganteng yang deket sama kamu) “yah adalah”
Lisa mengangguk, tersenyum getir lalu kembali ke
motornya dimas, setelah itu kami pun berangkat pergi kerumah bu dini.
Kami
pun sampai di tujuan, bu dini menyambut kami dengan hangat, kami pun bercanda,
tertawa, dan makan cukup banyak, saat itu, rasa kesalku berangsur angsur
memudar, yah seperti orang yang berbunga tapi bunganya sudah diambang kematian.
Saat aku mengantar beberapa piring kotor ke dapur, aku
bertemu lisa disana, menggenggam segelas air dengan beberapa keping obat tablet
di telapak tangannya,
“kamu sakit lis? Kenapa gak istirahat aja dirumah? Gak
perlu dateng ke acara ini kan?” lisa diam namun sebelumnya aku merasakan gadis
itu sedikit tersentak kaget karena kehadiranku yang tiba tiba, aku ikut diam
setelah melontarkan pertanyaan bertubu tubi tadi, lisa menggeleng dan menenggak
semua obat itu sekaligus membuatku ikut menelan ludah dengan kasar.
“Cuma sakit kepala, gapapa” lisa tersenyum dan
mengambil alih piring piring kotor dari tanganku “mau dicuci kan? Aku bantu ya”
gadis itu memutar badan dan berjalan lebih dulu mendekati washtuffle
aku membantunya
mencuci piring kotor dan mengobrolkan beberapa hal, aku memperhatikan gadis itu
tersenyum lagi, aku memperhatikan gadis itu tertawa dan aku merasa kesialan tidak
selamanya berpihak padaku.
karena hari itu sudah jam 7 malam, kami berpamitan dan
bergegas pulang, sepanjang perjalanan wajah lisa terngiang ngiang dikepalaku,
gadis itu benar benar sudah membuatku jatuh hati
Setibanya
aku langsung membanting tubuh ke ranjang dan menatap langit langit kamarku,
membayangkan apa yang mungkin akan terjadi besok, apa yang terjadi dengan aku
dan lisa atau apa yang akan terjadi dengan lisa dan dimas,
“gil..gilangg,
gilaangg,!!”
Aku mendengar suara bising tetapi masih tetap enggan
untuk menghentikan imajinasi yang berputar diotaku, terdengar suara pintu
terbuka halus, ibu datang menghampiriku,
“gilang dari tadi ibu manggil kamu”suaranya masih
setengah berteriak
Aku tersentak “ehhh ibu gak kedengeran bu lagi bengong
soalnya heheheh”
“bengong mulu kesurupan loh nanti kamu, bengong
mikirin cewe pasti yaaaa”
Aku memalingkan wajah, takut takut wajahku berubah
memerah seperti kepiting rebus “ ibu apaan si, ngeledek anaknya mulu nihh”
Ibu tersenyum-senyum sendiri “heheh iyaa iyaa dehh ,
yaudah sana makan udah ibu siapin, jangan lupa minum obatnya!!”
“iya buuuuu!!”.
Pagi
itu aku berangkat pergi kesekolah. Dipagi lisa itu tidak ada di tempat duduknya,
tempat duduk it uterus kosong sampai bel pelajaran pertama berdering bising.
Aku menundukkan kepala, membiarkan dahiku menempel dengan meja kelas,
memikirkan lisa yang tidak masuk hari ini.
Saat pengabsenan biasa dimulai dan nama lisa anggrita
disebutkan, ana teman lisa bilang kepada guru kalau lisa tidak masuk lantaran
sedang sakit , dalam hatiku berkata, “lisa sakit apa?”aku menundukkan kepala
lagi.
Saat istirahat aku menghampiri ana dan menanyakan
alamat rumah lisa,
“buat apa?”
“mau jenguk aja,
aku khawatir sama keadaan dia“
Ana mengangguk mengiyakan, aku terlonjak senang, ana
menuliskan beberapa kata di secarcik kertas dan mengulurkannya padaku.
Dan bel pulang pun berbunyi, aku bergegas
menuju rumahnya lisa , tetapi menemukan rumah seseorang tidak segampang yang
aku pikir, aku hampir nyasar dua kali, dan alhasil aku sampai kerumah dia jam 3
sore.
Aku berdiri didepan gerbang rumahnya, menatap rumah
minimalis itu untuk sesaat dan menekan bel. Aku menunggu beberapa saat, dan
berniat menekan tombol bel itu sekali lagi sampi pintu kayu besar didepan rumah
itu tertarik dan mengeluarkan bunyi kriett yang meninggi, sesosok tubuh keluar
dari kediaman tersebut, wanita paruh baya mengenakan daster panjang, tersenyum
kearahku. “iya, siapa?”
“ini gilang, temen sekolah lisa, katanya lisa sakit?”
“ooh, kalo gitu silahkan masuk” wanita paruh baya itu
membukakan gerbang dan mempersilahkan aku masuk, aku mengangguk setelah
mengatahui bahwa wanita paruh baya itu adalah ibunya lisa, aku sudah menduganya
saat wanita itu tersenyum padaku, senyuman itu terlihat seperti lisa
Ibunya
lisa mengantarkan aku kekamarnya lisa, aku dapat mencium aroma kamarnya, aroma
ini sama seperti aroma lisa, ini pertama kali bagiku memasuki kamar seorang
wanita, kamarnya terlihat rapid an bersih, buku - buku tersusun rapi diatas
meja belajar ,berbeda sekali dengan kamarku , dan aku langsung menyapanya
setelah melihat lisa duduk lemas bersandar pada ranjangnya.
“hai lisa, gimana kabar kamu?”
“udah mulai membaik gil “sudut bibirnya yang pucat
melekuk keatas"
“yah, makanya dijaga dong kesehatannya, kalo sakit
gini kan gak bisa ketemu gilang”
“hehehe, iyaa tenang aja aku kuat kok”
Aku berbincang cukup lama dengan lisa, gadis itu tidak banyak merespon seperti biasa
namun tetap terlihat ceria dengan wajah pucatnya, beberapa kali aku tersenyum
puas saat melihat lisa tertawa oleh lelucon yang kulontarkan.
Suasana diluar jendela terlihat redup karena langit
berubah warna kelabu, aku bangkit berdiri dan berniat berpamitan.
“cepet sembuh ya lisa, satu hari tanpa kamu bener
bener menyebalkan” aku menatap lisa yang menoleh kearahku, wajahnya terlihat
getir aku berharap bisa membaca pikirannya
“satu hari tanpa aku gak bakal jadi bencana kan
gilang?” lisa terkekeh pelan
Aku mengangguk dan membalas senyumannya, kemudian
berbalik dan mendorong pintu kamarnya untuk keluar.
waktu pun
berlalu , dan matahari pun sudah terbenam , dan aku pun bergegas pulang kerumah
, aku bersyukur karna keluarganya lisa sangat baik dan ramah .
Tiga
hari berlalu tanpa adanya lisa, betapa senangnya aku saat lisa kembali masuk ke
kelas, dimas langsung menghampiri lisa sebelum aku menghampirinya, aku hanya
bisa melihat mereka berbicara dari kejauhan, mereka begitu dekat, aku menekan
rasa kesalku sampai ketitik paling bawah, aku bisa saja tiba tiba meledak.
bel masuk berbunyi, sebelum lisa duduk, dia melihat
kepadaku dan tersenyum, dan ia pun seperti berbicara kepadaku, suara anak anak
dikelas begitu bising, aku tidak mendengar apapun dari mulutnya.
“tadi kamu bilang apa?”
lisa menjawab dengan senyuman “gak kok, lain kali aku
bilang lagi deh”
Setalah
bel pulang sekolah aku mengajak lisa untuk pulang bersama, dan gadis itu
mengiyakan, dan kami pun pulang bersama , ditengah perjalanan kerumahnya kami
berhenti sejenak ditaman, kami duduk dibawah pohon yang nampak mongering,
menerbangkan beberapa helai daun yang sesekali hinggap dirambut halusnya lisa,.
Kami membicarakan beberapa hal, aku berhenti menatapnya saat gadis itu membuka
topik yang kurang kusetujui, aku menghentikan pembicaraan ini dan bergegas pulang
karena saat ini aku tidak ingin membicarakan atau mendengar apapun mengenai
dimas.
Keesokannya
aku memutuskan untuk berdiam diri sejenak, aku melihat mereka bercanda berdua, baiklah,
untuk saat ini rasanya aku hanya seperti bayangan yang sebenarnya tidak
penting, yah apalah dayaku ini, hanya seorang cowo biasa yang tidak populer
dibandingkan dengan mereka, yah seperti biasa aku selalu dihibur oleh gaffan kalo
mukaku sedang kusut melucut, yah mungkin
itu yang bisa menutupi semua rasa sakitku, dan saat istirahat tiba-tiba lisa
mengajakku pergi kesuatu tempat makan dekat sekolah kami saat pulang sekolah
nanti, aku mengiyakan, rasa senang berputar putar didalam tubuhku.
“LOH KOK ADA LU DIM??!!”
“IYA KOK ADA LU JUGA LANG??!!”
“gua lagi nungguin lisa “
“lah gua juga sama”
Tiba-tiba lisa datang “heeey kalian !! duduk dulu
ya”
Aku menyerngit, merasa risih dengan kehadiran dimas di
tempat ini, aura yang keluar dari tubuhnya seperti menusuk nusuk, membuatku
tidak nyaman, aku lega saat lisa ikut duduk diantara kami, setidaknya aura
cerianya membuat suasana lebih baik.
“ada apa lis?” dimas mulai bicara, lisa tidak langsung
biacara, gadis itu menyesap frappe panas dicangkirnya kemudian menghela napas,
aku menatap lisa, walaupun samar aku dapat melihat ekspresi wajahnya muram,
bibirnya terlihat pucat dan tatapannya datar seperti zombie, lisa seperti baru
saja kembali dari perang penyihir yang dahsyat
“aku gak bisa bareng sama kalian sampe lulus, aku
bener bener minta maaf” lisa tersenyum getir, kami berdua tersentak, aku tidak
biacara, terlalu banyak pertanyaan dikepala kopongku
“kenapa?” lagi lagi hanya dimas yang angkat bicara,
wajahnya serius, kali ini aku menyetujui fakta bahwa dimas itu memang keren
Lisa menggelengkan kepala, matanya berkaca kaca? Atau
hanya perasaanku saja? Aku menunggu, namun tidak ada lagi kata kata yang keluar
dari bibirnya, suasana menjadi hening, café kecil ini seperti memiliki peredam
suara, semuanya senyap.
Keesokan
harinya lisa terlihat seperti biasa, senyumannya, sikapnya, seperti tidak
pernah terjadi apapun kapanpun, lisa menyapaku, masih dengan wajah pucat
pasinya, sudah sering aku bertanya pasal kondisi kesehatannya karena dilihat
dari sudut pandang manapun, lisa benar benar tidak terlihat sehat tapi lisa
bungkam dan mengatakan akhir akhir ini ia hanya sedang sulit tidur karena
tetangganya baru melahirkan anak
Wali kelas kami berjalan masuk kekelas, aku
membenarkan posisi dudukku, guru itu berhenti didepan mejanya, kami memberi
salam.
“lisa?” guru itu menatap kearah lisa dan menganggukan
kepalanya, lisa bangkit dan berdiri di depan kelas dengan tegap.
“hai teman teman, aku
benar benar berterimakasih sama kebaikan kalian selama setahun terakhir
ini”
lisa diam sesaat, menarik napas panjang kemudian menyambung pembicaraannya “aku akan pindah keluar kota, karena pekerjaan ayah” lisa menarik napas lagi “aku benar benar meenyayangi kalian semua, sekali lagi aku berterimakasih” lisa mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, kelas hening sesaat, lalu berubah riuh dengan pertanyaan pertanyaan yang memusatkan pada lisa.
lisa diam sesaat, menarik napas panjang kemudian menyambung pembicaraannya “aku akan pindah keluar kota, karena pekerjaan ayah” lisa menarik napas lagi “aku benar benar meenyayangi kalian semua, sekali lagi aku berterimakasih” lisa mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, kelas hening sesaat, lalu berubah riuh dengan pertanyaan pertanyaan yang memusatkan pada lisa.
“menyebalkan” ucapku saat lisa kembali duduk didepanku
“loh kenapa gil? Aku kan udah bilang, kalo gak ada aku
gak bakal jadi bencana” suara lisa terdengar ramah seperti biasa, gadis itu
terkekeh
Aku menghela napas panjang “aku gak bisa bilang apa
apa lis, kita pasti ketemu lagi kan?”
Lisa tersenyum lagi, tidak menjawab
Lisa tidak disini lagi keesokan harinya, dan namanya
tidak disebutkan lagi saat absen kelas, aku menempelkan dahiku lagi dimeja,
menghela napas, menahan air mata
Sebulan, 2 bulan, setahun, 2 tahun, aku lulus dari
sekolah, beberapa kali aku tidak lagi memikirkan lisa, aku memiliki banyak
teman dan kami selalu melakukan hal yang menyibukkanku, tapi saat aku berdiri
diatas panggung kelulusanku, aku kembali memikirnnya, aku menekan pelipisku,
merasa sangat pening
“aku merindukanmu lisa”
Suara gesekan sepatu mengalun bergesekan dengan aspal
ditepi taman, aku berhenti dan duduk dikursi dibawah pohon yang mongering,
beberapa helai daun menari terbawa angin, aku bangkit dan melanjutkan
perjalanan, tersenyum memikirkan senyum gadis itu, kakiku berhenti melangkah
lagi saat kudapati diriku sampai didepan rumah minimalis dengan pintu kayu,
menatap pekat pekat rumah itu, aku tersentak, pintu tiu terbuka
Aku mematung, terus menatap, wanita paruh baya keluar
dari kediaman tersebut, dan langsung tersenyum begitu melihatku.
“gilang? Wah udah gede ya sekarang” wanita itu
tersenyum ramah
Aku membalas senyumannya, masih tidak percaya bahwa
ibu lisa sedang menyapaku, aku langsung mengatakan hal keintinya “gimana kabar
lisa?”
Ibu itu tersenyum kearahku, berjalan perlahan dan
membukakan gerbang, aku menghentakan kaki, tidak sabar menunggu jawabannya tapi
ibunya tidak langsung mengatakan sesuatu, ibunya menggiringku masuk kedalam
rumahnya.
“lisanya mana bu?” sekali lagi aku mengulang
pertanyaan ini agar ia sadar aku tidak sabar.
Manik mata hitamnya tertuju pada sebuah foto yang
mungkin baru saja digantungkan, foto lisa, dengan sennyuman khasnya.
“lisa udah seneng disurga” kalimat itu terpaksa
menyerobot ketelingaku, membuatku mematung, kemudia ikut menatap foto gadis
ceria itu yang menempel didinding, sesuatu didalam dadaku berputar seperti
menyeruak keluar, lalu jantungku seperti jatuh ke dasar organ pencernaanku.
“begitu” aku tersekat, tidak bisa mengatakan apapun
“aku turut berduka cita”
“lisa mengidap penyakit kanker otak, dan meninggal
beberapa meninggal beberapa minggu setelah kami pindah, lisa sering loh cerita
tentang gilang” wanita itu menoleh kearahku lalu tersenyum lagi.
“loh cowok kok nangis”
“loh cowok kok nangis”
Aku menyentuh kulit pipiku ,
Basah.
Basah.
Aku menghapusnya dengan punggung tangan, lalu menatap
foto gadis itu kembali
Sore yang sejuk, bau rumput yang mengelilingi ku, aku
duduk disebelah lisa yang tertidur pulas dengan batu yang terukir namanya , aku
merasakan senyuman disela tidurnya , senyuman yang sama yang membuat hatiku
bergetar saat kita pertama kali bertemu dulu.
End .
0 komentar